PAKPAK BHARAT, Kalderakita.com: Mejan atau patung sakral peninggalan zaman megalitik milik suku Pakpak masih terjaga rapi hingga kini. Sang juru kunci mejan di Ulu Merah, Kecamatan Sitelu Tali Urang Jehe, masih setia memeliharanya.
Dilansir dari website Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Tamen Berutu – tetua adat yang paham kisah dan sejarah mejan – menjelaskan kesakralan mejan.
Lokasi mejan yang berada di perladangan warga di Ulu Merah, terpisah dari pemukiman warga. Untuk menandainya, masyarakat mendirikan pendopo. Lumayan megah, sehingga tak sulit mengidentifikasi keberadaan mejan.
Mejan di sana tersusun rapi dalam sebuah bangunan semi permanen berukuran 2×3 meter. Bentuk atapnya khas, sebagaimana umumnya rumah adat Pakpak. Sekeliling ruangan dipagari kawat agar mejan bisa dilihat dari luar. Sedangkan pintunya digembok besi. Di atas pintu, terpasang tanduk kerbau.
Kondisi patung bersejarah itu tidak lagi sempurna. Sekilas terlihat dua buah patung menyerupai sosok orang menunggangi gajah. Sayang, sudah tanpa kepala karena rusak faktor alam. Bahkan di patung lain, ukiran binatang yang ditunggangi tidak lagi utuh. Bentuk Mejan memang beraneka ragam. Paling umum ditemui yakni manusia menunggangi gajah
Disekeliling Mejan, tersusun batu-batu beraneka bentuk. Ada yang menyerupai guci, kendi, cawan, dan bebatuan yang bentuknya tak bulat sempurna. Bungkus rokok, bunga hingga mangkok putih yang tidak lain merupakan sesaji tersebar diatasnya. Menambah kesan sakral.
Sang juru kunci mejan Tamen Berutu kerap menjadi nara sumber peneliti dari dalam negeri maupun manca negara.
“Berapa bulan yang lalu, orang dari Jerman datang kemari mau meneliti soal Mejan. Samaku juga dia wawancara,” kata Tamen Berutu.
Sosok orang menunggangi gajah banyak ditemukan (foto: BPODT)
Ia mengaku menjadi penjaga Mejan di Ulu Merah sejak 1993. Ia ditunjuk saat pesta adat marga Berutu. Salah satu kesepakatan dalam pesta adat itu adalah mengamanahkan dirinya untuk merawat dan menjaga Mejan marga Berutu.
“Sekali dalam lima tahun ada pesta adat marga Berutu. Jadi ditetapkanlah aku menjaga Mejan itu. kalo dihitung-hitung sudah lebih 25 tahun lah,” katanya.
Simbo kedigdayaan
Bagi Tamen, Mejan merupakan pujaan sekaligus simbol kedigdayaan Suku Pakpak. Bukti kehebatan nenek moyang yang telah mewariskan marga-marga bagi masyarakat Pakpak sejak masa lampau.
Tak sembarang orang mampu membuat mejan. Hanya marga-marga yang punya kekuasaan atau kerajaanlah yang dapat mengukirnya. Apabila di suatu wilayah terdapat Mejan berarti raja di wilayah tersebut dulunya sangat kaya dan masyhur.
“Jadi tidak semua orang atau setiap kampung punya Mejan. Proses pembuatanya tidak mudah dan memakan biaya besar. Harus memang marga yang punya kerajaan barulahbisa membuatnya,”tegas Tamen.
Mejan, menurut Tamen, sekaligus berfungsi sebagai benteng pertahanan.
Masyarakat Pakpak percaya Mejan diisi oleh kekuatan-kekuatan spiritual. Apabila ada bencana atau ancaman bahaya di kampung tersebut, maka patung-patung itu mengeluarkan suara sebagai pertanda bahaya.
“Kalau Mejan kita di Ulu Merah, ada di kiri dan kanan yang bentuknya seperti cicak. Kalau datang musuh, bunyi lah seperti suara cicak memberi tanda. Kalau musuh dari kiri, yang cicak kiri bunyi. Kalau dari kanan, cicak yang kanan berbunyi,” ucapnya.
Sekalipun Mejan sangat erat kaitannya dengan unsur mistik dan spiritual, namun Tamen mengakui bahwa kesakralan itu semakin tergerus di era kekinian.
Di banyak tempat, benda pusaka justru raib. Mayoritas Mejan, bentuknya tidak lagi utuh. Rata-rata tanpa kepala karena dicuri tangan-tangan nakal yang tidak bertanggung jawab.
“Karena pencurian barang-barang antik makin marak, kami buat lah bangunan [pendopo] itu tahun 2006. Sekaligus agar ada tempat kalau buat acara pesta adat,” ujarnya.