Air Terjun Efrata, Bertetangga dengan Ikon Baru Bernama Bukit Sibeabea

Air terjun Efrata di Kabupaten Samosir (foto: P Hasudungan Sirait)

HARIANBOHO, Kalderakita.com: Bukit Sibeabea lagi berbenah. Di puncaknya sedang dibangun patung Yesus Kristus setinggi 61 meter. Sebagai perbandingan, patung Cristo Redentor (Kristus Penebus) yang di Gunung Cocovado dan menjadi ikon kota Rio de Janairo, Brazil, cuma bertinggi 38 meter. Sedangkan patung Christo Rei (Kristus Raja) yang merupakan tiruannya—letaknya di Tanjung Fatucama, Dili—lebih kecil lagi.

Berukuran raksasa. Dengan sendirinya kegigantikan ini saja akan menjadi daya tarik. Size is a matter, kata orang bule. Belum lagi sosok yang dipatungkan dan lokasi yang dipilih (jaraknya dari Pangururan sekitar 13 Km). Bukit Sibeabea serta-merta akan menjadi ikon wisata rohani Kabupaten Samosir begitu  ia dibuka untuk umum, nanti. 

Proyekdi Kecamatan Harian ini sudah lebih dari setengah rampung. Jalan rayanya yang meliuk-liuk, karena  mengikuti kontur bukit, telah klar. Kerangka patungnya tegak-terpasang sudah. Jadi, kemungkinan besar dalam tahun 2021 ini juga ia sudah bisa beroperasi.

Selain alam sekitarnya elok dan masih perawan, titik di tepi Danau Toba ini tak jauh dari 2 tempat pelancongan yang  eksotik yakni Holbung dan Air terjun Efrata. Ihwal Holbung, ia  kelak akan kami kisahkan secara khusus.

Air terjun Efrata terletak di antara  Sibeabea dan Menara Pandang Tele.  Jadi, lintasannya menanjak tapi sudah  beraspal. Batu-batu besar hasil letusan super vulcano Gunung Toba—yang menurut perkiraan para ahli berlangsung sekitar 70.000 silam—berserakan di kiri-kanan. Pohon-pohon endemik seperti kemiri, mangga, dan bambu  tegak di sana-sini.

Bebatuan dan pohon bambu iniah yang dimanfaatkan orang-orang Batak zaman dahulu kala untuk membuat pagar kampung yang juga berfungsi sebagai benteng. Sisanya masih bisa kita lihat.

Terletak di Sosor Dolok, air yang terjun dari ketinggian untuk mengapai Danau Toba ini. Sebab itulah ia dinamai Sampuran [air terjun] Sosor Dolok sebelum belakangan hari berganti menjadi ‘Efrata’.

Sebuah pelataran yang berfungsi sebagai tepat parkir menghampar begitu kita tiba di lokasi. Di pinggirnya—termasuk yang membelakangi Danau Toba—terdapat beberapa warung.  Untuk mencapai air terjun, kita tinggal menapak saja sekitar 30 meter dari sana. Seperti memasuki hutan, di kiri-kanan lintasan tegak pepohonan. Rapih, berlantai paving block dan berpagar beton jalan itu.

Air  terjunnya sendiri melebar dan tak tinggi. Kalau di hulunya sedang atau baru usai hujan, airnya bisa keruh. Tapi, kesegarannya tak berubah.

Tempat air jatuh tak dalam, sehingga kita bisa berendam persis di depannya. Hantaman air ke punggung kita tak terasa menyakitkan asal saja tipis saja yang kena.

Di depan air jatuh terdapat hamparan 2 tingkat. Tergantung pengunjung saja di mana enaknya berkecibak dengan air.

Fasilitas di tempat ini masih serba adanya. Tempat berganti baju, umpamanya, masih terbilang darurat. Namun, manakala Bukit Sibeabea sudah menerima pengunjung, tempat yang cuma berjarak tempuh 15 menit dari Menara Pandang Tele (kalau kita bermobil),  pasti bakal menggeliat sebab merupakan komplementernya, seperti halnya Holbung.