Dianggap Ancam Mata Pencaharian Rakyat

Ratusan warga berunjuk rasa tolak tambang PT DPM (foto: Rindu Hartoni Capah/Kalderakita.com)

Tulisan-2

DAIRI, Kalderakita.com: Ratusan warga berunjuk rasa menolak pembangunan tambang seng milik PT Dairi Prima Mineral (PT DPM) di Kabupaten Dairi. Mereka keberatan atas rencana perusahaan membuka kawasan hutan lindung, membangun gudang peledak dan bendungan limbah.

Siapakah di balik PT DPM? Hasil penelusuran kami menunjukkan PT DPM adalah perusahaan patungan antara konglomerat pertambangan berbasis di Beijing, yakni China Non-Ferrous (NFC) 51 % dan perusahaan tambang batu bara raksasa Indonesia, Bumi Resources milik keluarga Aburizal Bakrie 49 %.

PT DPM mendapatkan kontrak Karya (KK) No.99 PK 0071,18 Februari 1998 dari ESDM (Energi Sumber daya Alam) dengan konsesi total seluas 24.636 Ha. Konsensi PT DPM tersebar di tiga kabupaten yakni Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Tuntutan masyarakat muncul bersamaan dengan dilanjutkannya pembahasan addendum Andal RKL [Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup], RPL [Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup] Tipe A milik PT DPM yang saat ini tengah berlangsung di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Warga khawatir ancaman semakin nyata karena waktu untuk menyetujui proyek tambang Dairi Prima Mineral (DPM) di Kabupaten Dairi semakin dekat.

Warga keberatan kehadiran PT DPM (Foto: metro rakyat)

Addendum Andal ini diajukan karena PT DPM ingin melakukan tiga perubahan izin Lingkungan yaitu perubahan izin lokasi  gudang bahan peledak, lokasi Tailing Storage Facility (TSF), penambahan lokasi mulut tambang (portal), konstruksi pembangunan jalan, Lokasi TSF (tailling storage facility) Mess dan Kantor.

Alasan Mendasar Menolak Tambang

Sebagai informasi, masyarakat di sekitar lokasi proyek PT DPM mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Hidup mereka amat bergantung kepada sumber daya alam seperti air, tanah, sungai dan hutan. Sebagian besar atau sekitar 76 % warga (mayoritas perempuan) bekerja sebagai petani dan mengandalkan hidupnya dari hasil pertanian dari generasi ke generasi.

Komoditas andalan masyarakat antara lain padi, jagung, coklat, kopi, durian, kemiri, duku, manggis, pinang, kapulaga, pisang, jeruk purut dan gambir.

Hasil pertanian masyarakat merupakan penyangga utama bahan pangan di Kabupaten Dairi serta berbagai wilayah di Sumatera Utara.

Namun saat ini,  masyarakat di sekitar wilayah pertambangan PT DPM khawatir akan potensi daya rusak tambang ke depan secara khusus di lahan-lahan pertanian masyarakat seperti ancaman berkurangnya pasokan air, baik untuk kebutuhan sehari-hari dan sumber irigasi, potensi tercemarnya tanah akibat air asam tambang yang dihasilkan dari limpahan bendungan limbah dan alih fungsi lahan dan profesi sebagai petani dikhwatirkan akan mengancam ketahanan pangan masyarakat dan kedaulatan mereka atas tanah.

Ahli Teknik Sipil dan Pembangunan Dam/Bendungan Internasional Dr. Richard Meehan, yang dilibatkan oleh masyarakat dan Sekber advokasi tambang, mengungkapkan kekhawatiran yang besar terhadap bendungan tailing (TSF) yang akan dibangun oleh tambang dan menyimpulkan bahwa bendungan tailing atau limbah tambang akan memiliki risiko tinggi runtuh karena berada di atas struktur tanah yang tidak stabil karena terbentuk dari Toba Tuff.

Aksi demo tolak tambang PT DPM (foto: Rindu Hartoni Capah/Kalderakita.com)

Kawasan itu berada di daerah dengan curah hujan tinggi dan lokasi bendungan yang diusulkan juga merupakan zona dengan gempa paling aktif di dunia dan dekat dengan jalur patahan yang telah memicu tsunami Boxing Day tahun 2004.

Menurutnya untuk menilai secara rinci risiko runtuhnya bendungan tailing, diperlukan informasi geologis di lokasi bendungan yang diusulkan dan PT DPM tidak menyediakan informasi tersebut sama sekali.

Sementara itu, ahli hidrologi Internasional, Dr Steven Emerman menyatakan, pembangunan bendungan tailing dengan jarak 1000 meter dari rumah-rumah warga dan rumah ibadah, merupakan kegiatan Ilegal atau melanggar hukum di Tiongkok.

Selain itu, DPM tidak menyebutkan darimana sumber air untuk tambang atau perkiraan tingkat pemakaian air.

PT. DPM tidak memiliki rencana penutupan yang aman untuk bendungan limbah dan tentunya tidak ada rencana untuk memantau dan memelihara bendungan limbah untuk waktu yang lama supaya tidak menjadi sumber bahaya bagi generasi mendatang.

DPM tidak memberikan jaminan bahwa ada tanaman lokal yang akan berhasil tumbuh di bendungan limbah tambang Timbal-Seng.

PT. DPM merencanakan pembangunan Tailing Storage Facility (TSF) atau bendungan penyimpanan tailing yang berlokasi di  hulu desa Longkotan, dusun Sopokomil Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi berpotensi mengancam keselamatan desa yang berada di hilir tambang.

Diperkirakan terdapat 11 (sebelas) Desa dan 57 (lima puluh tujuh) Dusun yang berpotensi sumber air dan sungainya tercemar dan akan mengganggu pertanian masyarakat disepanjang aliran sungai Sopokomil Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara sampai ke laut Aceh Singkil Provinsi Nanggore Aceh.

Masyarakat disekitar lokasi Proyek PT DPM di bantu oleh Aliansi Masyarakat Adat Nasional( AMAN) Tano Batak sudah melakukan kajian pasokan air di 8 yakni desa Longkotan, Tuntung Batu, Bongkaras, Pandingan, Sumbari, Bonian, Lae Panginuman dan Lae Ambat.

Di lokasi pusat tambang PT DPM, tepatnya di desa Longkotan, sumber mata air Lae Puccu dengan jarak 270 meter dari mulut terowongan PT DPM diperkirakan turut teramcam kehilangan sumber mata air yakni Lae Puccu yang menjadi adalah sumber air untuk PDAM yang menghidupi 1 kelurahan Parongil dan 7 desa yakni desa Longkotan, Tuntungbatu, Siratah, Bakal Gajah, Uruk Belin, Huta Ginjang, Siboras.

Ancaman Gudang  Bahan  Peledak

Sesuai dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan  Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk PT. DPM yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan RI pada tahun 2012 seharusnya gudang bahan peledak dibangun di dalam kawasan hutan.

Gudang bahan peledak meresahkan warga (foto: tagar)

Namun, pada kenyataannya, gudang tempat penyimpanan bahan peledak dibangun di Areal Penggunaan Lain (APL) atau di luar kawasan hutan dan tidak sesuai AMDAL yakni berada sangat dekat (50,64 meter) dengan wilayah pemukiman dan perladangan masyarakat. Tepatya di dusun Sipat, desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi

Gudang penyimpanan bahan peledak di bangun di Dusun Sifat Desa Longkotan dan jaraknya hanya 50.64 (lima puluh koma enam puluh empat) meter dari rumah warga. Sesuai dengan informasi yang tertera di papan informasi di dekat gudang bahan peledak dengan kapasitas Amunium Nitrat 100 (seratus) Ton, Detonator 20.000 (dua puluh ribu) Pcs dan dinamit 5.000 (lima ribu) kilogram (kg)

Sedangkan dalam hal daya rusak tambang terhadap hutan dan biodiversitas adalah dari luas wilayah konsesi pada ijin operasi produksi seluas 24.636 Ha terdapat 16.050 Ha hutan lindung.

Dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan, terowongan, perumahan dan fasilitas lainnya. PT. DPM menebang hutan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan RI melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) No. 578 tahun 2012.

PT. DPM akan membangun semua fasilitas tersebut di kawasan hutan seluas 53,11 Ha. Alih fungsi hutan ini akan mengancam keselamatan keberagaman hayati baik flora dan fauna.

Editor: Dedi Gumilar